Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jurusan Agribisnis, (AGB FP Unila), melaksanakan program Faperta Berkarya (Fakultas Pertanian) di Radar Lampung Televisi dengan topik “Agribisnis Hijau dan Ekonomi Sirkular: Sinergi untuk Pertanian Berkelanjutan dan Swasembada Pangan”, Kamis 16 Januari 2025.
Perubahan iklim memberikan dampak yang signifikan terhadap sektor agribisnis karena agribisnis sangat bergantung pada stabilitas iklim dan kondisi lingkungan. Dampak ini memengaruhi seluruh rantai pasok, mulai dari produksi hingga distribusi hasil pertanian.
Berikut beberapa dampaknya: Penurunan Produktivitas Pertanian, Penyebaran Hama dan Penyakit, Ketidakpastian Pasokan dan Harga Komoditas, Tantangan Logistik dan Infrastruktur, Dampak Sosial dan Ekonomi.
Praktik agribisnis berkelanjutan sangat penting dalam menghadapi perubahan iklim dan tantangan lingkungan karena sektor agribisnis memiliki peran sentral dalam produksi pangan dan pengelolaan sumber daya alam.
Konsep Green Agribusiness menjadi salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam menghadapi tantangan lingkungan yang terjadi pada bisnis di bidang pertanian.
Green Agribusiness adalah pendekatan agribisnis yang mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan dalam seluruh rantai pasok, mulai dari produksi, pengolahan, distribusi, hingga pemasaran hasil pertanian dan produk terkait.
Tujuan utama green agribusiness adalah menciptakan sistem agribisnis yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekologi sambil tetap meningkatkan produktivitas dan keuntungan ekonomi.
Ekonomi sirkular adalah sebuah sistem atau model ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin, sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh pendekatan ekonomi linear (MacArthur, 2015) dalam PUSFASTER (2024).
Transisi menuju ekonomi sirkular merupakan keharusan terutama dalam era di mana perubahan iklim dan kelangkaan sumber daya menjadi isu global yang mendesak.Ada beberapa alasan mengapa ekonomi sirkular sangat penting yaitu melindungi lingkungan, mendorong inovasi, meningkatkan efisiensi ekonomi, menciptakan lapangan kerja, keadilan sosial (SUCOFINDO, 2024). Ekonomi sirkular di Indonesia tercakup di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, di bawah Agenda Prioritas Nasional 1: Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan, dan Agenda Prioritas Nasional 6: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim (LCDI, 2024).
Manfaat Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Ekonomi Sirkular di Indonesia: Berpotensi menghasilkan tambahan PDB 593-634 T di tahun 2030. 4,4 jt Lapangan kerja hijau tercipta (75% merupakan tenaga kerja perempuan) di tahun 2030. 126 juta ton Emisi CO2-ek diturunkan pada tahun 2030. Pengurangan limbah 18-52% di sektor prioritas pada tahun 2030. 6,3 milyar m3 pengurangan penggunaan air di tahun 2030 (LCDI, 2024)
Konsep agribisnis hijau dan ekonomi sirkular menawarkan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya agribisnis yang berkelanjutan.
Agribisnis hijau berfokus pada praktik-praktik agribisnis yang ramah lingkungan, meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem, serta meningkatkan efisiensi sumber daya.
Sementara itu, ekonomi sirkular menekankan pendekatan regeneratif yang memanfaatkan kembali limbah sebagai sumber daya, menciptakan siklus hidup produk yang lebih panjang, dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya baru.
Kedua pendekatan ini saling melengkapi untuk menciptakan sistem agribisnis yang efisien, berkelanjutan, dan mampu menjawab tantangan global, termasuk perubahan iklim dan ketahanan pangan (Ellen MacArthur Foundation, 2021).
Di Provinsi Lampung, penerapan agribisnis hijau dan ekonomi sirkular telah terlihat dalam beberapa inisiatif lokal. Salah satu contohnya adalah pengelolaan limbah singkong di Kabupaten Lampung Tengah, di mana limbah dari pabrik tapioka dimanfaatkan kembali sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku biogas.
Inovasi ini tidak hanya mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomis bagi masyarakat sekitar. Selain itu, program integrasi peternakan dan pertanian di Lampung Timur memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman hortikultura, seperti cabai merah dan bawang merah. Pendekatan ini menunjukkan sinergi antara sektor tanaman dan peternakan yang mendukung prinsip-prinsip ekonomi sirkular.
Implementasi agribisnis hijau dan ekonomi sirkular dalam pertanian berkelanjutan di Lampung juga didukung oleh kebijakan lokal yang mendukung pertanian organik dan konservasi lahan. Misalnya, program pemerintah daerah yang mendorong penggunaan pupuk organik di Kabupaten Pringsewu, yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia impor sekaligus meningkatkan kualitas tanah. Inisiatif ini sejalan dengan janji Presiden RI untuk mencapai swasembada pangan melalui penguatan sistem produksi pangan lokal yang ramah lingkungan.
Dalam konteks swasembada pangan, Lampung sebagai salah satu lumbung pangan nasional memiliki potensi besar untuk mengoptimalkan lahan pertanian dengan pendekatan agribisnis hijau.
Pengembangan pertanian presisi (precision agriculture) berbasis teknologi digital telah mulai diterapkan, terutama untuk komoditas utama seperti padi dan jagung di Lampung Selatan. Teknologi ini membantu petani memanfaatkan air, pupuk, dan pestisida secara lebih efisien, sehingga produktivitas meningkat tanpa merusak lingkungan (FAO, 2018).
Green Infrastructure pada hakekatnya merupakan sebuah konsep, upaya, atau pendekatan untuk menjaga lingkungan yang berkelanjutan melalui penataan ruang terbuka hijau dan menjaga proses-proses alami yang terjadi di alam seperti siklus air hujan dan kondisi tanah.
Infrastruktur hijau mengacu pada fasilitas dan sistem yang dirancang untuk meminimalkan dampak lingkungan, mendukung efisiensi penggunaan sumber daya, serta memberikan manfaat sosial yang berkelanjutan (KPBU Kementerian Keuangan, 2024)
Green infrastructure bidang pertanian dan agribisnis menjadi suatu konsep yang baru yang akan menggabungkan antara manfaatkan infrastruktur fisik dan perhatiannya dalam pengelolaannya terhadap dimensi ekologi, sosial-kultural, maupun ekonomi.
Pada konsep ini infrastuktur fisik maupun non fisik dibangun untuk mendekatkan penduduk dengan sumber pangan dan sumber bahan baku sehingga meningkatkan ketahanan pangan terhadap kebutuhan pangan maupun untuk mengurangi biaya distribusi karena jarak dari transportasi yang dibutuhkan dalam mendistribusikan hasil pertanian (Suhana & Hilwati, 2022)
Kebijakan pendukung di tingkat provinsi perlu diarahkan untuk mendorong investasi pada teknologi ramah lingkungan, memperkuat akses petani terhadap teknologi tersebut, dan mengembangkan kemitraan strategis antara sektor publik dan swasta.
Pemerintah daerah juga dapat memberikan insentif bagi pelaku agribisnis yang menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, seperti pembebasan pajak untuk produk ramah lingkungan dan pembiayaan hijau.
Penerapan Green Agribusiness atau agribisnis hijau di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai keberlanjutan dan efisiensi. Berikut adalah beberapa tantangan utama beserta sumbernya:
- Keterbatasan Akses terhadap Teknologi dan Informasi
- Krisis Sumber Air
- Kurangnya Minat Masyarakat untuk Bertani
- Rendahnya Kemampuan dan Pemanfaatan Teknologi
- Keterbatasan Modal dan Akses Pasar
- Perubahan Iklim dan Alih Fungsi Lahan
Solusi dan Kebijakan
- Rekomendasi insentif fiskal untuk pelaku agribisnis hijau.
- Peningkatan akses ke teknologi hijau dan pelatihan.
- Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta untuk mempercepat inovasi.
Secara keseluruhan, agribisnis hijau dan ekonomi sirkular tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan pertanian, tetapi juga menjawab kebutuhan strategis untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh dan mandiri.
Dalam upaya mencapai swasembada pangan, pendekatan ini menawarkan solusi jangka panjang yang tidak hanya ekonomis tetapi juga ekologis.
Kebijakan pendukung di tingkat provinsi perlu diarahkan untuk mendorong investasi pada teknologi ramah lingkungan, memperkuat akses petani terhadap teknologi tersebut, dan mengembangkan kemitraan strategis antara sektor publik dan swasta.
Pemerintah daerah juga dapat memberikan insentif bagi pelaku agribisnis yang menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, seperti pembebasan pajak untuk produk ramah lingkungan dan pembiayaan hijau.
Sumber: Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jurusan Agribisnis 2025.
Maju Cemerlang Faperta Kita.