Fakultas Pertanian Universitas Lampung (FP Unila) pada hari Kamis tanggal 16 Agustus tahun 2018 bertempat di Radar Lampung Televisi. Jurusan Ilmu Tanah FP Unila melalui Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc.(Bidang Ilmu Pengelolaan Tanah), Prof. Dr. Ir. Jamalam Lumbanraja, M.Sc.(Bidang Ilmu Kimia dan Kesuburan Tanah), Dr. Ir. HenrieBuchorie, M.Si. (Bidang Ilmu Lingkungan),  melaksanakan program siaran Faperta Berkarya live on Radar Lampung Televisi dengan tema ” Pertanian, Pemanasan Global dan Mitigasi Gas Rumah Kaca”.
Pemanasan global yang kini sedang terjadi , adalah akibat dari makin meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir, baik yang berasal dari ekosistem alami maupun ekosistem buatan termasuk sektor pertanian. Gas rumah kaca dominan di atmosfir adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Potensi kekuatan dalam pemanasan global, CH4 21 kali dan N2O 290 kali lebih besar dari CO2.
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak terkena dampak pemanasan global. Terjadinya banjir dan longsor di berbagai daerah pada musim hujan, dan kekeringan berkepanjangan pada musim kemarau merupakan bukti dampak pemanasan global.
Selain itu, musim pun sudah makin tidak menentu, sehingga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam. Perubahan iklim  global tersebut akhirnya akan berdampak terhadap ketahanan pangan nasional. Ironisnya, sebagai sektor yang paling banyak terkena dampak pemanasan global, pertanian juga merupakan penyumbang gas rumah kaca (GRK) global.
Sektor pertanian menytumbang emisi GRK anthropogenik dalam pemanasan global sebesar 20%, dan sebesar 90% berasal dari pertanian daerah tropik. Indonesia sendiri sebagai negara berkembang di daerah tropik sudah menjadi salah satu pemasok GRK terbesar didunia setelah Amerika dan Cina.
Besarnya kehilangan gas CO2 dari sektor pertanian disebabkan oleh cara cara praktik budidaya pertanian yang tidak berkelanjutan. Contoh budidaya pertanian yang mamacu emisi GRK adalah pembakaran lahan dan pembajakan tanah. Pembakaran lahan bukan hanya menghasilkan GRK, tetapi juga merusak tanah.
Pembajakan lahan disamping merusak agregasi tanah sehingga partikel-partikel tanah menjadi lepas dan karbon tanah hilang terbawa erosi, juga mamcu oksidasi bahan organik tanah yang berakibat pada peningkatan emisi gas CO2 dan menurunnya cadangan karbon tanah.
Oleh karena itu, diperlukan adanya mitigasi GRK melalui manajemen lahan berkelanjutan yang bukan hanya mampu meningkatkan penyerapan karbon, tetapi juga dapat mengurangi emisi gas CO2 dari sektor pertanian. Strategi peningkatan karbon dalam tanah bukan hanya akan membantu pengurangan emisi GRK, tetapi juga meningkatkan kesuburan tanah.
Melalui penerapan pengelolaan lahan berkelanjutan, peningkatan C dalam tanah sebesar 4/1000 per tahun (” 4 per mile Soil for Food Security and Climate) sebagai kebijakan global dapat dipenuhi.
Teknik-teknik budidaya pertanian yang mampu mengurangi emisi CO2 dan sekaligus meningkatkan karbon dalam tanah serta kesuburan tanahnya antara lain teknik konservasi tanah, penanaman tanaman pelindung, diversifikasi tanaman, pertanian organik, dan agroforestri (wanatani).
Maju Cemrlang Faperta Kita.